Jakarta – Pandemi virus Corona (COVID-19) merupakan bencana ‘mematikan’ bagi pariwisata Indonesia saat ini. Berkurangnya pergerakan manusia menyebabkan berbagai bisnis di industri tersebut mulai dari kawasan wisata, hotel, biro perjalanan, maskapai kehilangan sumber pendapatannya.

Department Head Industry & Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani mengatakan, selain disebabkan kebijakan social distancing, saat ini masyarakat cenderung hanya mengonsumsi kebutuhan pokok. Pola konsumsi ini lebih diutamakan ke makanan dan minuman, suplemen, dan sebagainya. Oleh sebab itu, masyarakat menahan pengeluaran untuk berwisata.

“Kalau dilihat sektoral konsumsi berubah di bottom piramid itu ke makanan minuman, suplemen, restoran juga lebih ke delivery. Nah kelas menengah juga lebih memilih makanan olahan di rumah,” kata Dendi dalam diskusi online Mandiri Economic Outlook 2020, Rabu (17/6/2020).

Dendi memprediksi, industri pariwisata ini berpotensi bangkit kembali paling cepat di akhir tahun 2020, atau awal 2021.

“Pariwisata ini masih menunggu, mungkin 6 di akhir tahun atau awal tahun depan. Kalau melihat SARS kan hanya 3 bulan di tahun 2003. Nah sekarang kalau recovery tourism ini mungkin di akhir tahun atau awal tahun depan, ini bisa jadi lebih lama lagi,” jelas Dendi.

Begitu juga dengan bangkitnya bisnis restoran di Indonesia. Menurutnya, masyarakat masih menunggu keberhasilan social distancing hingga nanti kembali mengunjungi restoran lagi.

“Restoran dine-in juga perlu waktu karena orang perlu confidence melihat apakah social distancing berhasil,” urainya.

Menurut Dendi, dengan vaksin yang belum juga ditemukan maka kunci utama pemulihan sektor-sektor tersebut ialah ketertiban penerapan protokol kesehatan.

“Artinya kita kan bergantung para proses alamiah. Karena itu social distance sangat penting. Sehingga bisa smooth proses transisi atau recovery dari sektoral ini,” urainya.

Selain dari ketertiban masing-masing individu, menurut Dendi pemerintah juga perlu memberikan sanksi bagi masyarakat atau lembaga/badan yang melanggar protokol kesehatan.

“Pemerintah harus memfasilitasi dan enforcement juga. Kalau selama ini kan imbauan. Kalau ada enforcement atau punishment ini mungkin bisa lebih berjalan. Misalnya kalau nggak pakai masker bisa didenda,” pungkasnya.

Sumber : https://finance.detik.com/