Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menanggapi kabar soal Pulau Pasir di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diklaim Australia. Dia mengaku sudah memverifikasi kabar tersebut, tapi klaim atas wilayah teritori itu bukan ranah kementeriannya.

“Ranah klaim atas wilayah teritori itu ada di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu),” ujar dia dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno pada Senin, 24 Oktober 2022.

Namun, Sandiaga menambahkan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kemenlu. “Karena tentunya setiap jengkal Tanah Air Indonesia itu harus dipertahankan. Apalagi kalau itu destinasi wisata yang bisa mendatangkan peluang kesejahteraan bagi masyarakat,” tutur dia.

 

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu menuturkan yang menyelesaikan masalah teritori itu tentunya nanti ada pihak yang berwajib. “Kami mengimbau bahwa setiap potensi wisata dan ekonomi kreatif yang dimiliki harus sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, digunakan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia,” kata dia.

Selain itu, Sandiaga juga menginginkan untuk narasi-narasi positif terus tampil karena pariwisata Indonesia mulai bangkit lagi. “Membangkitkan semangat, membuka peluang usaha, dan menggerakkan penciptaan lapangan kerja.”

Sebelumnya, Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor Ferdi Tanoni mengancam melayangkan gugatan kepemilikan Pulau Pasir oleh Australia ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra.

“Kalau Australia tidak mau keluar dari gugusan Pulau Pasir,  kami terpaksa membawa kasus tentang hak masyarakat adat kami ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra,” ujar Ferdi dikutip dari Antara, Selasa, 25 Oktober 2022.

 

Ferdi yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat itu mengatakan klaim Australia atas Pulau Pasir yang berjarak sekitar 120 kilometer dari Pulau Rote NTT itu memicu banyak reaksi dari warga Indonesia. Menurut dia, selama ini walaupun selalu didesak untuk keluar dari gugusan Pulau Pasir, pemerintah Australia terkesan acuh tak acuh.

Bahkan, terakhir ada aktivitas pengeboran minyak bumi di kawasan gugusan pulau tersebut. Padahal, kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor. “Terbukti terdapat kuburan-kuburan para leluhur Rote dan bermacam artefak lainnya di gugusan Pulau Pasir,” katanya.

Selain itu, di pulau itu juga dijadikan sebagai lokasi beristirahat nelayan setelah semalam suntuk menangkap tripang dan ikan di kawasan perairan Pulau Pasir. Juga sering digunakan sebagai tempat transit oleh nelayan Indonesia dari kawasan lain ketika mereka berlayar jauh ke selatan Indonesia, seperti ke perairan Pulau Rote.

Namun, kata Ferdi, sejak ada nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Australia pada tahun 1974, Australia justru langsung mengklaim bahwa Pulau Pasir itu miliknya. Dia juga menilai selama ini Australia melakukan segala sesuatunya seperti miliknya sendiri, padahal gugusan Pulau Pasir adalah hak mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor.

“Kami mendesak Kementerian Sekretariat Negara RI untuk segera menerbitkan izin prakarsa pembuatan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara sebagaimana telah diinstruksikan Presiden RI Joko Widodo pada bulan Februari 2022,” tutur Ferdi.

Sumber : https://bisnis.tempo.co/